Sumber gambar : wikipedia.org Beberapa hari yang lalu masyarakat Indonesia dipusingkan dengan menghilangnya produk tempe dan tahu di pas...

Nuklir untuk Mengatasi Krisis Tempe

/
0 Comments
Sumber gambar : wikipedia.org
Beberapa hari yang lalu masyarakat Indonesia dipusingkan dengan menghilangnya produk tempe dan tahu di pasaran. Para pengrajin tempe dan tahu sedang melakukan aksi mogok produksi. Usut punya usut, rupanya mereka mogok produksi karena mahalnya harga kedelai. Kenaikan harga kedelai dituding diakibatkan oleh terbatasnya pasokan import. Asal tahu saja, konsumsi kedelai Indonesia per tahun mencapai 2,5 juta ton (sumber:okezone.com). Jauh di atas produsi nasional yang hanya 870 ribu ton (sumber:vivanews.com). Pada akhirnya kebutuhan kedelai harus bergantung pada impor.

Saya masih ingat dulu waktu saya kecil (tahun 95-96), di tempat saya banyak orang yang menanam kedelai. Jika waktu panen tiba, saya sering main di tempat pengeringan kedelai untuk mencari ulat kedelai. Setelah mendapatkan ulat kedelai, saya dan teman-teman kemudian balapan dengan menggunakan ulat kedelai tersebut. Namun kebiasaan unik tersebut sekarang sudah punah, kedelai tidak lagi menjadi primadona di
kampung saya. Sebenarnya bukan maksud kami untuk malas bertanam kedelai.

“Rendahnya kualitas benih dan ketidakpastian pasca produksi membuat petani enggan menanam kedelai”

Asa di balik sinar gamma

Hari ini (14/9) ada informasi menarik yang saya temukan di Vivanews.com. Artikel berjudul “Nuklir Dalam Sepotong Tempe” tersebut langsung menjadi fokus utama saya. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) baru-baru ini merilis varietas kedelai Gamsugen 1 dan Gamsugen 2. Keunggulan varietas tersebut adalah usia penen yang singkat yaitu 66 hari. BATAN juga sudah mengujicoba varietas  tersebut saat musim hujan dan musim kemarau. Tak tanggung-tanggung, BATAN sudah uji tanam di 16 lokasi berbeda. Menurut BATAN, varietas kedelai ini mampu menghasilkan 2 ton kedelai per hektar sawah. BATAN juga mengklaim kalau kedelai tersebut tahan berbagai hama penyakit seperti karat daun, bercak daun, dan hama penggerek.

Keberhasilan penemuan varietas unggul tersebut tidak terlepas dari peran serta sinar gamma. Sinar gamma sejatinya adalah sinar radiasi berenergi tinggi. Ketika sinar gamma di mengenai material genetik (biji), maka akan terjadi mutasi. Mutasi adalah perubahan sifat genetik. Kemudian biji tersebut ditanam, untuk dicari biji yang unggul. Biji yang unggul adalah biji yang sesuai dengan sifat yang diinginkan. Setelah mencapai keturunan ke-10, selanjutnya biji tersebut diisolasi dan dinobatkan sebagai varietas unggul.

Proses radiasi sebenarnya juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sinar matahari mengandung sinar gamma yang kemudian meradiasi tumbuhan. Namun akibat rendahnya intensitas sinar, akibatnya proses radiasi pun menjadi sangat sedikit. Jadi dapat disimpulkan bahwa produk hasil radiasi cukup aman dikonsumsi manusia, karena prosesnya meniru proses alam. Berbeda dengan kedelai transgenik yang rawan menimbulkan zat karsinogenik.

Mudah-mudahan dengan bertambahnya varietas unggul kedelai tersebut bisa menggugah kembali gairah bertanam kedelai para petani di Indonsia. Sehingga krisis kedelai bisa dihindari.



You may also like

Tidak ada komentar:

Silahkan berkomentar secara sopan dan tidak melanggar etika. Komentar yang berbau spam akan langsung saya hapus.