Pada pemilu yang dulu-dulu saya hampir tidak pernah golput karena saya menghormati konstitusi. Termasuk pada saat pilpres lima tahun yang la...

Beda Pilihan Itu Wajar

/
0 Comments
Pada pemilu yang dulu-dulu saya hampir tidak pernah golput karena saya menghormati konstitusi. Termasuk pada saat pilpres lima tahun yang lalu. Meskipun demikian, saya sama seperti sebagian besar rakyat Indonesia yang lain. Saya tetap berpendapat bahwa pemilu tidak akan membawa perubahan apapun bagi kehidupan saya. Itulah alasan mengapa selama ini saya selalu menyembunyikan pilihan politik saya, entah pada saat pilkada, pileg, ataupun pilpres. Intinya saya tidak mau membela pihak manapun karena mereka sama. Sama-sama garong.

Tapi entah mengapa pilpres kali ini terasa berbeda. Terutama setelah pencalonan Ir.H. Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi. Entah mengapa saya terdorong untuk memilih capres yang kerempeng dan berwajah ndeso ini. Mungkin Jokowi tidak akan mengubah nasib kita dalam sekejab. Tapi saya yakin setidaknya dia akan memberikan perubahan cara pandang kita terhadap permasalahan bangsa. Kekayaan bangsa tidak terletak pada seberapa besar sumber daya alam yang kita miliki, tapi terletak pada kualitas manusianya. Oleh karena itu perlu ada terobosan untuk memperbarui kualitas manusia. Gagasan Revolusi Mental sangat berpengaruh terhadap keputusan saya.


"Kita harus berani membuat terobosan, jangan rutinas, jangan monoton, (harus) selalu ada pembaharuan, selalu ada inovasi"  
Joko Widodo


Saya masih ingat waktu pertama kali saya mengumumkan dukungan saya pada suatu forum cangkrukan. Salah satu teman saya yang kritis bilang kalau saya sudah termakan konspirasi media. Dengan semangat yang menggebu-gebu dia menjelaskan bahwa Jokowi sudah lama di-setting pihak tertentu untuk menjadi Presiden RI. Dia pun menjelaskan bukti-bukti yang memperkuat argumen dia. Tapi sayangnya saya hanya nyengir sambil menyeruput kopi hitam yang tergeletak di depan saya. Saya hanya diam saja, karena kalau saya ngomong nanti saya tersedak (sambil nyruput).

Media itu sama ibarat pedagang. Dia hanya menjual barang-barang yang diperlukan oleh masyarakat. Masyarakat butuh informasi tentang Jokowi, ya jangan salahkan media kalau mereka 'menjual' Jokowi. Nyatanya berita tentang Jokowi selalu laris di pasaran.

Kata kunci "Jokowi" banyak dicari

Tak hanya mendeklarasikan dukungan saja, saya juga aktif menulis status tentang Jokowi di media sosial. Sambil sekali-sekali menyentil capres sebelah. Tak ayal perbuatan saya tersebut menuai banyak pro dan kontra. Saya sadar sepenuhnya tentang hal itu. Tapi saya tidak mau bersembunyi dibalik topeng kenetralan saat capres saya dihujat sana-sini. Setidaknya saya sudah berbuat sesuatu untuk memperjuangkan presiden pilihan saya.

Melihat capres pilihan kita dihujat, "sakitnya tuh di sini"

Hubungan saya dengan teman-teman baik saya juga retak gegara sepak terjang saya di media sosial. Saya bahkan pernah keluar dari salah satu grup karena berbeda pandangan dengan mayoritas anggota grup tersebut. Saya tidak menyesal, karena saya sadar bahwa perbedaan itu suatu hal yang wajar. Asalkan didasari dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, Insya Allah justru akan memberikan kemaslahatan bagi bangsa.

Melalui tulisan ini saya juga ingin menyampaikan permintaan maaf saya kepada semua kawan yang pernah berseteru dengan saya. Saya cuma manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah.

Siapapun presiden yang terpilih nanti, semoga bisa membawa kebaikan bagi bangsa.


You may also like

Tidak ada komentar:

Silahkan berkomentar secara sopan dan tidak melanggar etika. Komentar yang berbau spam akan langsung saya hapus.